“...,
biarlah rohmu
menyala-nyala dan
layanilah Tuhan”.
Rom
12:11b
By:Pdm.Arnas Bawohang
Spiritualitas
Pelayan
Dalam
Alkitab, spirit ditulis dalam bahasa asli: ruakh (Ibrani) dan pneuma
(Yunani). Arti kata ruakh atau pneuma dalam Alkitab adalah “nafas
atau udara yang menggerakkan dan menghidupkan”. Pengertian ini sama dengan
pengertian spirit yang sering kita pakai sesehari, yaitu ‘semangat’. Semangat
atau spirit yang kita butuhkan untuk bergerak dan hidup. semangat atau spirit
ini hanya kita miliki di dalam Holy Spirit (Roh Kudus).
Dalam
Bahasa aslinya kalimat “…,biarlah rohmu
menyala-nyala” di tulis :
τω πνευματι ζεοντες =to pneumati zeontes (roh yang
semangat,mendidih,menyala,kuat)
ada 2 kata yang dipakai yaitu:
-pneuma(roh/spirit)
-ze’o (mendidih,menyala,semangat,dan kuat)
Jadi,
dari kata itu sendiri, spiritualitas
dapat dipahami sebagai sumber semangat untuk hidup, bertumbuh, dan berkembang
dalam semua bidang kehidupan di dunia ini, baik secara pribadi maupun bersama
orang lain, yang kita peroleh di dalam perjumpaan dengan Allah, sesama dan diri
sendiri.
Dimensi-dimensi
Spiritualitas Pelayan
Spiritualitas
Pelayan memiliki 3 dimensi, yaitu:
perjumpaan dengan
Allah dalam doa,
perjumpaan dengan
sesama, dan
perjumpaan dengan
diri sendiri dalam keheningan perenungan.
Ketiganya
tidak terpisahkan karena kasih kepada Tuhan terwujud dalam kasih kepada sesama
seperti kasih kepada diri sendiri (bandingkan dengan Dua Hukum Kasih,
Mat 22:37-39. 37
Jawab Yesus kepadanya: "Kasihilah
Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan
segenap akal budimu. 38 Itulah
hukum yang terutama dan yang pertama. 39 Dan
hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti
dirimu sendiri.)
Ketiganya
merupakan totalitas keberadaan manusia di hadapan Allah.
Sebelum
kita dapat mengasihi Tuhan dan melayani sesama maka kita harus mengalami
perjumpaan dengan diri sendiri dulu.Dalam perjumpaan dengan diri sendiri itu
kita dapat menyadari siapa kita, menerima diri kita apa adanya, dan mengasihi
diri kita seperti Allah begitu mengasihi kita.
Buah dari hubungan yang baik dengan
diri sendiri adalah perkembangan dalam hubungan dengan orang lain yang juga
akan menjadi lebih baik. Kalau kita sudah belajar
untuk menerima dan mengasihi diri kita apa adanya,maka kita juga akan belajar
untuk menerima dan mengasihi orang lain apa adanya. Yang dimaksud disini
bukan egoisme tapi kesadaran atas kenyataan diri.
Spiritualitas Pelayan berpusat pada Allah.
Allah menjadi sumber dari spirit untuk hidup dalam
semua bidang dan aspeknya, karena Allah adalah sumber kehidupan manusia dan
dunia ini. Dengan rendah hati kita mengakui keterbatasan manusia dan
karena itu spiritualitas Kristen tidak berpusat pada diri manusia melainkan
Allah.
Kita
juga harus menyadari bahwa kita dapat menjumpai Allah karena Allah terlebih
dahulu bersedia menjumpai kita. Itulah sebabnya Spiritualitas Pelayan merupakan
wujud dan kerinduan untuk hidup terarah kepada Allah saja.
Kita
bisa belajar dari tokoh-tokoh dalam natal seperti Maria,Yususf,Para
Gembala,Orang Majus,bagaimana spirit yang menggerakkan mereka sehingga mereka
memiliki perannya masing2 dalam
peristiwa natal yang membuat nama mereka dikenang dalam sejarah
kekristenan.
Lebih daripada itu tokoh sentral yang patut kita teladani adalah
Yesus sendiri.Yesus adalah contoh yang paling sempurna tentang Spiritualitas
seorang Pelayan. Apalagi dalam pelayanan kadang diperhadapkan dengan krisis.
Krisis
spiritualitas pelayanan dapat terjadi dalam kehidupan para pelayan Tuhan.
Krisis
itu terjadi ketika kita kehilangan arah dalam pelayanan, jenuh atau bosan,
terjebak dalam tugas-tugas rutin, letih, kecewa, dan putus asa.
Sebaliknya,
krisis spiritualitas juga bisa terjadi ketika kita merasa sukses dalam
pelayanan, anggota jemaat semakin banyak, jumlah persembahan meningkat drastis,
makin dikenal dan dikagumi banyak orang.
Dalam peristiwa Yesus, kisah Pencobaan
di Padang Gurun (Luk 4:1-13) dapat membantu kita untuk melihat macam-macam tantangan
yang dapat menimbulkan dan sekaligus memberi harapan untuk mengatasi krisis
dalam spiritualitas para pelayan.
-Pencobaan Yesus yang pertama adalah
mencari keuntungan diri, “mengubah batu menjadi roti”.
Apa
yang saya dapatkan?,apa manfaatnya buat saya?, …merasa tidak berhasil dan
berusaha mencari jalan pintas dengan berkedok pelayanan untuk dapat keuntungan.
Tujuannya adalah “roti” Yohanes 6:26-27
26 Yesus menjawab
mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena
kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan
kamu kenyang.
27 Bekerjalah, bukan
untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan
sampai kepada hidup yang kekal, yang akan diberikan Anak Manusia kepadamu;
sebab Dialah yang disahkan oleh Bapa, Allah, dengan meterai-Nya."
-Pencobaan Yesus yang kedua adalah godaan untuk melakukan
yang hebat, yang membuat orang mengagumi diri-Nya: “Jatuhkanlah diri-Mu ke bawah dari
bubungan bait Allah dan biarlah para malaikan menatang Engkau di atas
tangannya, supaya kaki-Mu jangan sampai terantuk pada batu.”.
Pelayanan atau persaingan?
Godaan untuk menjadi yang hebat ini datang
dari pelayanan gereja ketika kita melihat semangat individualisme yang
berkembang dalam pelayanan gereja saat ini.
Bagi seorang Kristen, pelayanan hanyalah
sarana, di mana Allah menggunakan umat-Nya untuk menyelesaikan rencana-Nya.
Dalam situasi ini,
adalah sesuatu yang keliru dan tidak beralasan apabila para pelayan saling
menandingi dan menjelekan, serta menyombongkan diri satu terhadap yang lain. Karena
setiap pelayan Tuhan diberkati Allah dalam keunggulan dan kelemahannya masing-masing,
agar menyadari bahwa Allahlah Sang Pemilik pelayanan yang sebenarnya. Inilah
yang harus diyakini oleh setiap hamba Tuhan dalam memulai pelayanan apapun,
bahwa, “Ketika Allah memangil seseorang… Ia juga akan menetapkan orang tersebut
dengan karakter, hasrat, pengetahuan dan karunia-karunia pelayanan untuk
melakukan tugas,”.
-Pencobaan Yesus yang ketiga adalah godaan yang berhubungan
dengan kekuasaan: “Aku akan memberikan kepada-Mu seluruh kerajaan dunia ini
dengan kemegahannya.”
Dalam
sejarah gereja sudah nampak dengan jelas godaan akan kekuasaan dalam diri
pemimpin gereja. Gereja zaman dulu terus-menerus meyakinkan diri bahwa
kekuasaan itu baik, asal digunakan dalam rangka pelayanan kepada Allah dan
sesama saudara. Inilah yang menyebabkan perang salib, kolusi gereja dan
penguasa, perpecahan gereja Timur dan gereja Barat pada abad kesebelas, dan
gerakan reformasi pada abad keenambelas.
Perebutan
kedudukan dalam kepemimpinan puncak gereja yang akhirnya mengakibatkan
perpecahan gereja juga berakar dari godaan
akan kekuasaan.
Itulah
sebabnya setiap pelayan Tuhan harus bisa mendeteksi dan menyadari spirit apa yang menggerakkan seseorang
dalam pelayanan.
*Melayani
dengan iman dan urapan(karunia rohani) itu baik dan perlu agar bisa maksimal,
tapi jika tidak disertai dengan spiritualitas yang benar maka karunia rohani
hanya akan menjadi alat ambisi pribadi.
Lukas 9:54-55
54 Ketika dua murid-Nya, yaitu
Yakobus dan Yohanes, melihat hal itu, mereka berkata: "Tuhan, apakah
Engkau mau, supaya kami menyuruh api turun dari langit untuk membinasakan
mereka?"
55 Akan tetapi Ia berpaling dan menegor mereka.
55 Akan tetapi Ia berpaling dan menegor mereka.
Ye know
not what manner of spirit ye are of (KJV) οιου
πνευματος εστε υμεις (hoios pneumatos este humeis)
“tidakkah kamu tahu spirit/roh
macam apa yang ada padamu”
Itulah
sebabnya kalimat “biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah
Tuhan” tidak
bisa dipisahkan dari kalimat2 sebelumnya.
Amen !